Beranda PANGAN DPR Tanya Data Kebutuhan Pupuk Subsidi, Kementan Bilang Begini

DPR Tanya Data Kebutuhan Pupuk Subsidi, Kementan Bilang Begini

155
0

Jakarta

Kementerian Pertanian (Kementan) mendapatkan kritik dari Komisi IV DPR RI terkait validasi data kebutuhan pupuk subsidi setiap tahunnya. Hal itu disampaikan oleh Ketua Komisi IV DPR RI Sudin dari fraksi PDIP.

Alasan validasi data pupuk bersubsidi dipertanyakan, pasalnya pemerintah setiap tahun melakukan rencana definitif kebutuhan kelompok (RDKK) dari tingkat kecamatan, sampai provinsi.

“Apa harus setiap tahun kabupaten dan provinsi mengajukan e-RDKK? Berarti kan, misalnya ya contoh paling gampang, jumlah petani 1 juta. Itu sudah baku belum? Mungkin 80% baku, 20% tidak. Ya tinggal diselidiki saja yang 20%. Berarti Kementerian dan PIHC (Pupuk Indonesia Holding Company) sama, tidak mempunyai basis data yang jelas,” kata Sudin dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Kementan yang disiarkan virtual, Senin (18/1/2021).

Menjawab hal tersebut, Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan Sarwo Edhy mengatakan, RDKK dilakukan setiap tahun karena angka setiap tahun juga berbeda.

“RDKK setiap tahun kita minta karena memang kenyataannya berubah terus. Misalnya RDKK 2020 itu yang mengusulkan 15,9 juta petani dengan volume 26 juta ton. Kemudian 2021 itu yang mengusulkan 16,6 juta petani, kebutuhannya 23,2 juta ton dengan nilai lebih kurang Rp 67,12 triliun,” jawab Sarwo.

Di sisi lain, menurut Sarwo, Kementan sudah memiliki big data kebutuhan pupuk subsidi.

Big data sebetulnya sudah ada di BPPSDMP (Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian),” ujar Sarwo.

Lebih lanjut, ia mengatakan pemerintah sudah menetapkan angka penyaluran pupuk subsidi untuk tahun 2021 yang ditetapkan dalam Surat Menteri Keuangan No. 5-1544/AG/2020 tanggal 21 Oktober 2020 tentang Pagu Anggaran Subsidi Pupuk. Adapun penyaluran pupuk bersubsidi tahun 2021 ialah sebesar 7,2 juta ton dengan anggaran Rp 25,27 triliun.

Sementara itu, di tahun 2020 kebutuhannya ialah 8,9 juta ton senilai Rp 29,76 triliun. Namun, dari angka tersebut di tahun 2020 kemarin, realisasinya belum 100%.

“Untuk 2020 dari 8,9 juta ton itu realisasinya 8,62 juta ton atau 92,96%. Ini pun belum final karena masih diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK),” tutup Sarwo.

(ara/ara)

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments