Kementerian Pertanian (Kementan) dan Himpunan Bank-bank Milik Negara (Himbara) dicecar Komisi IV DPR RI soal program Kartu Tani. Sejumlah anggota Komisi IV DPR RI menilai, kartu yang digunakan untuk menyalurkan pupuk bersubsidi itu menyulitkan petani.
Komisi IV DPR RI menilai kurangnya kesiapan prasarana dan sarana Kartu Tani yang membutuhkan EDC dan jaringan internet dalam penggunaannya bagi petani yang pada umumnya tinggal di daerah, bukan wilayah perkotaan. Pada faktanya, penggunaan Kartu Tani juga masih sangat minim. Bahkan, Anggota Komisi IV DPR RI dari fraksi PAN Haerudin sebelumnya meminta implementasi Kartu Tani ditunda sampai semua sarana dan prasarana penunjangnya siap.
Tak sampai di situ, Anggota Komisi IV DPR RI dari fraksi Demokrat Nur’aeni mempertanyakan keberadaan Kartu Tani itu sendiri. Ia khawatir, program tersebut hanyalah sekadar proyek mencetak kartu.
“Banten sendiri, 2020 sampai 2021, ini masih wilayah Jawa, dekat dengan Ibu Kota negara sebenarnya. Apa yang terjadi? Kartu Tani di sana masyarakat belum menerima, belum bisa difungsikan. Jangankan difungsikan, barangnya saja tidak jelas,” kata Nur’aeni dalam rapat dengar pendapat (RDP) Komisi IV DPR RI, Senin (18/1/2021).
“Pertanyaannya, dari 8,29 juta kartu yang dicetak, ini ke mana barangnya? Apakah ini hanya proyek saja cetak kartu? 8 juta dikali Rp 25.000 per kartu. Ini kan duit sebetulnya. Ini realistis ya. Silakan kontrol Pak di Banten. Kalau tidak percaya ayo, saat reses kita ke sana. Berapa persen sih petani yang sudah menerima Kartu Tani?” sambung dia.
Menjawab hal tersebut, Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan Sarwo Edhy menegaskan, pengelolaan Kartu Tani sepenuhnya ada di Himbara. Sehingga, pihaknya tak tahu-menahu terkait dugaan tersebut.
“Kartu Tani itu di Himbara. Jadi kalau tadi Ibu Ema bilang di sana ada bisnis saya tidak tahu, karena yang mengelola kartunya juga di Himbara,” tegas Sarwo.
Berlanjut ke halaman berikutnya.